NOVEL SHIKAMARU HIDEN BAHASA INDONESIA – CHAPTER 17
--- Penulis: Takashi Yano ---
--- Ilustrasi: Masashi Kishimoto ---
--- English Translation: Cacatua Tumblr ---
--- Indonesian Translation: Ayudhya Prameswari #NFCI
[T/N]: If you love the story so far, PLEASE BUY THE ORIGINAL NOVEL to support the author. Terima kasih, selamat membaca.
~ Shikamaru Hiden: A Cloud Drifting in Silent Darkness
Sinopsis ― Bab Tujuh Belas, pertempuran akhir antara Shikamaru melawan Gengo telah dimulai. Kali ini Shikamaru tak boleh kalah, apa dia memiliki rencana?
--- Shikamaru Hiden Chapter 17 ǀ Translate by Naruto Fans Club Indonesia ---
Shikamaru menaiki satu persatu anak tangga yang tersusun melingkar. Pandangannya mantap tertuju pada sosok yang semenjak tadi berlari di depannya, Gengo. Orang yang dianggap sebagai dewa di “Shijima no Kuni” itu berlari sendirian, tak ada satupun Kakusha yang mengawalnya. Para pengikutnya itu masih sibuk bertempur di bawah sana.
Sejauh mata Shikamaru memandang, hanya terlihat sederetan anak tangga yang seakan tak ada habisnya. Dinding batu yang menghiasi kedua sisinya semakin menambah perasaan tidak nyaman bagi siapapun yang melewati tempat itu. Seolah-olah, tak peduli seberapa jauh seseorang berlari, seberapa tinggi seseorang mendaki, dia akan merasa sedang berjalan di tempat. Tak beranjak satu langkah pun.
“Sudahlah, menyerah saja. Ayo kita akhiri semua ini.” Teriak Shikamaru pada Gengo, namun tak ada jawaban darinya. Dia masih terus berlari.
Pusaran yang seolah tak berujung ini akhirnya menemui muaranya. Sebuah pintu yang terbuat dari besi terlihat beberapa langkah di depan Gengo. Pintu tersebut tampak begitu suram, tanpa ada satupun hiasan atau sentuhan mewah layaknya bagian lain dari istana ini.
Gengo berlari semakin kencang.
Begitu mencapai pintu tersebut, dia segera membukanya dan masuk ke dalam tanpa sedikitpun keraguan. Shikamaru yang tertinggal beberapa langkah di belakang Gengo hanya sempat melihat sekilas apa yang ada dibalik pintu antik tersebut sebelum kembali tertutup.
Kegelapan... Tak ada yang lainnya, hanya kegelapan.
Namun itu tak menghalangi Shikamaru untuk terus memburu Gengo. Dia bersiap menyusul sasarannya itu ke dalam.
Shikamaru menggapai gagang pintu yang ada di depannya, mendorongnya perlahan. Entah karena sudah tua dan berkarat, atau ada sebab lain, suara berdecit yang begitu keras langsung terdengar ketika pintu tersebut mulai terbuka sedikit demi sedikit.
Shikamaru sama sekali tak punya strategi, rencana, atau apapun. Dia memberanikan diri membuka pintu tersebut karena memang tak ada pilihan lain, dia harus terus maju.
―Gelap sekali...
Benar, ternyata memang tak ada apapun di balik pintu tersebut selain kegelapan yang amat sangat. Anehnya, di tengah belantara kelam tersebut, Shikamaru hanya merasakan hawa kehadiran satu orang saja.
Dirinya sendiri.
Belum hilang rasa heran Shikamaru, tiba-tiba terdengar suara pintu menutup dari arah belakang. Shikamaru menengok, namun tak ada siapapun di sana. Dia masih tak merasakan kehadiran orang lain di tempat ini.
Tapi Shikamaru yakin, Gengo ada di sini bersamanya. Entah sedang bersembunyi di sudut mana.
--- Shikamaru Hiden Chapter 17 ǀ Translate by Naruto fans Club Indonesia ---
“Jadi kau memutuskan untuk masuk kemari sendirian? Jangan bilang itu karena kau tak punya pilihan lain selain bertingkah sok berani, Nara Shikamaru.”Suara Gengo terdengar tiba-tiba, memecah keheningan. “Kau tak akan bisa melihatku di tengah kegelapan seperti ini. Alih-alih menangkapku, itu mustahil.”
“Hei-hei, jangan meremehkan aku. Kau tahu sendiri kan, klan Nara terkenal sebagai pengendali bayangan dari generasi ke generasi.” Ujar Shikamaru. “Kegelapan melahirkan bayangan, layaknya seorang ibu yang melahirkan putranya. Bagi seseorang yang telah bersahabat karib dengan kelamnya bayangan sepertiku, kegelapan seperti ini sama hangatnya dengan pelukan seorang ibu. Detik ketika kau masuk ke ruangan ini, riwayatmu sudah tamat.” Lanjutnya.
Shikamaru tak sepenuhnya benar.
Shikamaru memang adalah seseorang yang tak asing dengan kegelapan. Dia merasa nyaman berada di tengah keheningan malam, atau sunyinya ruangan tanpa secercah pun cahaya. Tingkat kepekaannya memang jauh lebih tinggi dari kebanyakan Shinobi lain bila sedang berada dalam pelukan kegelapan.
Namun tetap saja, matanya tak akan mampu melihat dalam gulita.
“Menarik sekali...” Genggo menyahut, suaranya terdengar penuh percaya diri. “Kau benar-benar orang yang menarik, Nara Shikamaru. Sayang sekali, aku harus membunuhmu di sini.”
Tak lama setelah Gengo berkata seperti itu, suasana hening.
Shikamaru masih terus berusaha memusatkan panca inderanya, mencoba mencari tahu di mana posisi Gengo. Namun usahanya tak jua menemui hasil.
“Aku dulunya adalah Shinobi dari desa kabut.” Ujar Gengo, lagi-lagi memecah keheningan.“Apa kau kenal seseorang bernama Momochi Zabuza?”
Shikamaru mengenali nama itu. Naruto sering sekali menyebutkannya waktu mereka masih kecil. Bila Shikamaru tidak salah ingat, Momochi Zabuza adalah seorang ninja tingkat atas yang sempat berhadapan dengan regu pimpinan Kakashi dalam sebuah misi.
“Ketika tuan Zabuza memutuskan untuk melakukan makar terhadap pemerintahan Kirigakure, dia memiliki impian yang sama denganku. Yaitu mewujudkan dunia yang dikuasai oleh para Shinobi.” Ujar Gengo.
“Tapi sayang, ada pengkhianat di antara kami yang membocorkan rencana pemberontakan pada pihak desa. Kudeta kami gagal, dan tuan Zabuza melarikan diri. Waktu itu, aku adalah salah satu dari sedikit orang yang memutuskan untuk menjadi pengikutnya.”
“Namun, semua berubah seiring waktu. Tuan Zabuza sadar, untuk mewujudkan impiannya itu dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan dia akhirnya menjadi seorang tentara bayaran atas alasan itu.”
“Dia bekerja sama dengan para saudagar kaya, para bandit, dan para penguasa daerah. Dia mulai menjalankan misi yang sama sekali tidak terbayangkan sebelumnya akan dilakukan oleh orang terhormat sepertinya. Tuan Zabuza berkata, demi mewujudkan impiannya, dia tak peduli bila harus mengotori tangannya sendiri dengan lautan darah sekalipun.”
“Semakin hari, semakin banyak yang tidak sependapat dengan pola pikir tuan Zabuza. Dan kami semua mulai meninggalkannya satu persatu, termasuk aku sendiri. Sudah sepuluh tahun berlalu sejak saat itu. Sekarang aku telah menguasai negeri ini. Dan ini adalah waktunya...”
Suara Gengo bergetar, seolah penuh dengan emosi yang meluap-luap.
“Ini adalah waktunya bagi impianku untuk terwujud! Tidak akan kubiarkan keparat sepertimu membuat segalanya berantakan!”
Telinga Shikamaru menangkap suara denting logam yang terseret, sepertinya Gengo baru saja mencabut sebuah senjata dari wadahnya. Entah pedang atau yang lain.
Padangan Shikamaru terbutakan oleh gelap. Namun dia tahu pasti, saat ini Gengo tengah menerjang ke arahnya.
“Tuan Zabuza telah meninggalkan idealismenya! Dia terlalu terburu-buru, bahkan tak segan-segan mengotori tangannya sendiri demi mewujudkan impiannya! Tapi aku berbeda!”
“Setelah sekian lama, akhirnya aku mampu menguasai jutsu ini! Aku menciptakan pusaran kehendak yang menyelimuti negeri ini! Dan pusaran itu akan menjadi semakin luas... Semakin luas hingga melingkupi seluruh dunia!”
Ada suara lain yang terdengar di balik teriakan Gengo, sebuah suara lembut yang memotong kehampaan.
“Gawat!”
Shikamaru merasakan sesuatu menebas cepat ke arah lehernya.
Meski tak mampu melihat sedikitpun, intuisi Shikamaru memerintahkan tubuhnya untuk merunduk, menghindari apapun itu yang menerjang ke arahnya.
Dan benar saja. Sesaat setelah dia merunduk, Shikamaru merasakan hembusan angin yang menebas tajam di atas kepalanya.
―Pedang... Bukan, ini lebih besar...
“Oh, kau mampu menghindar rupanya. Tapi jangan pikir aku akan melepaskanmu begitu saja!” Teriak Gengo, hembusan angin yang tadi seketika berganti arah.
Shikamaru siaga, masih dalam posisi merunduk.
Shikamaru mencoba mereka-reka posisi Gengo. Dia memperhitungkan panjang dan ukuran senjata Gengo berdasarkan suara yang terdengar samar ketika benda itu mengayun. Dengan mengetahui panjang senjata tersebut, Shikamaru mampu memperkirakan poros tebasannya.Dan di pangkal poros itulah, Gengo seharusnya berada.
Benar-benar analisis yang hanya mungkin dilakukan oleh seorang jenius.
Namun tetap saja.
Shikamaru tidak bisa menggunakan teknik bayangan di tempat segelap ini.
Dia tidak memiliki apapun yang bisa digunakan untuk melindungi dirinya selain tubuhnya sendiri.
Tapi Shikamaru juga payah dalam hal Taijutsu. Seandainya dia tahu keadaan akan jadi seperti ini, mungkin dia tidak akan menolak tawaran latihan dari Lee kapan hari.
Tapi semua sudah terlanjur, Shikamaru hanya bisa mengomel pada dirinya sendiri.
“Hehe...” Shikamaru masih sempat tersenyum.
Mungkin dia lega karena kebiasaannya menggerutu telah kembali.
--- Shikamaru Hiden Chapter 17 ǀ Translate by Naruto Fans Club Indonesia ---
Lamunan Shikamaru dibuyarkan oleh sebuah tebasan yang menerpa ujung ikatan rambutnya. Sejenak tersentak, dia kembali berkonsentrasi.
―Di sana!
Shikamaru berguling cepat ke arah yang ia perkirakan sebagai tempat Gengo berada.
Dalam situasi seperti ini, akan jauh lebih menguntungkan bagi Shikamaru bila dia memangkas jarak sedekat mungkin dengan Gengo, kemudian melucuti senjatanya. Daripada terus menerus menghindari serangan bertubi-tubi yang tak tentu arahnya itu. Bila kita terus melarikan diri karena rasa takut, maka rasa takut itu akan menenggelamkan kita, cepat atau lambat. Lain halnya bila kita berdiri menantangnya, rasa takut akan perlahan pudar dan sirna. Bilapun kita gugur, kita akan gugur dengan tenang.
Itu adalah petuah yang Shikamaru pelajari dari seni berperang.
Shikamaru kembali mendengar sebuah tebasan, kali ini menerpa lantai di belakangnya. Seketika, dia berhenti berguling tepat beberapa jengkal dari tempat yang ia perkirakan sebagai posisi Gengo.
Shikamaru berlutut, menajamkan inderanya. Dan dengan satu hentakan kaki, dia melompat ke arah kanan. Melontarkan tubuhnya sendiri untuk sebuah sundulan.
“Kena kau!” Teriak Shikamaru.
―Bruaakk!
Sundulan Shikamaru menerpa keras tubuh Gengo. Pimpinan “Shijima no Kuni” itu terpelanting ke belakang.
Shikamaru belum selesai. Memanfaatkan momentum jatuhnya, Shikamaru mampu bertumpu kembali pada kedua kakinya dan secepat kilat menghantam Gengo dengan lutut tepat di wajahnya.
“Gharrgh!”
Shikamaru berhasil. Dia mampu memperkirakan dengan tepat posisi Gengo di ruangan segelap ini, dengan hanya bermodalkan suara dan kepekaan panca inderanya.
Namun ini belum berakhir.
Meski luka yang didapatkannya dari serangan barusan lumayan menyakitkan, Gengo sama sekali belum tumbang.
Gengo kembali bangkit, dan seketika menerjang ke arah Shikamaru, mencengkeram tubuhnya. Lalu dengan sekuat tenaga, Gengo melempar Shikamaru ke sudut ruangan.
Shikamaru tak sempat mengelak, tubuhnya terhempas hingga membentur dinding. Punggungnya yang semenjak di balairung tadi sudah terluka lumayan parah, terasa semakin nyeri.
Namun seakan tak memedulikan rasa sakit itu, Shikamaru kembali siaga.
Dia mendengar dengan jelas suara logam yang bergesekan dengan lantai pualam tak jauh dari tempatnya berdiri. Jelas, itu adalah Gengo yang mengambil kembali senjatanya yang tadi sempat terlontar akibat serangan Shikamaru.
“Di desa kabut, sudah menjadi sebuah tradisi bahwa seorang Shinobi harus menguasai teknik berpedang. Kami dilatih bertempur dengan pedang sejak masih sangat kecil, dan terus mengasahnya seumur hidup... Jadi jangan harap kau bisa lolos!” Teriak Gengo.
Shikamaru menyadari ada tebasan yang mengarah padanya. Namun entah kenapa, dia tak mampu bergerak menghindar. Rasa sakit di punggungnya benar-benar membuat sekujur tubuhnya lumpuh untuk sesaat.
―Sial!
Hanya ada satu hal yang bisa Shikamaru lakukan untuk melindungi kepalanya dari serangan Gengo.
Tapi itu ide yang buruk. Benar-benar buruk.
Sesuatu yang tak pernah terbayang sebelumnya akan dilakukan oleh orang seperti Shikamaru.
Tapi tak ada pilihan lain.
“Ah, persetan!” Umpat Shikamaru.
Dia seketika mengangkat kedua lengannya, bersiap menyambut serangan Gengo.
―Jraashh!
Shikamaru merasakan dengan jelas lempengan baja beku yang berada di antara dua telapak tangannya.
Dia benar-benar nekat menangkap tebasan pedang lawannya itu.
“Heh... Sepertinya, aku berhasil menangkapmu lagi.”
“M-mustahil...” Gengo terhenyak.
Gengo seolah tak percaya Shikamaru melakukan hal senekat itu. Salah perhitungan sedikit saja, tangan Shikamaru bisa terpotong.Luka gores di sepanjang telapak tangannya bisa dibilang adalah sebuah keberuntungan.
“Yah, kurasa...” Gumam Shikamaru. “Kau bisa menyebut teknik ini sebagai ‘Jurus Ninja Super Nekat: Mati-Matian Menangkap Pedang dengan Tangan Kosong no Jutsu’... atau semacamnya, entahlah.”
“Berhentilah bercanda, dasar sial...” Suara Gengo terdengar parau, seakan dipenuhi amarah yang meluap-luap.
--- Shikamaru Hiden Chapter 17 ǀ Translate by Naruto Fans Club Indonesia ---
Kedua tangan Shikamaru bergetar hebat, sekuat tenaga menahan pedang Gengo yang tengahdidorong pemiliknyaitu.
Dalam situasi seperti ini, maka kekuatan fisik menentukan segalanya. Shikamaru belum sepenuhnya pulih dari rasa sakit yang menerpa punggungnya, belum lagi posisi tubuhnya saat ini dalam keadaan berlutut. Tenaganya jelas kalah jauh bila dibandingkan dengan Gengo yang tengah berdiri tegak dengan kuda-kuda mantap seorang ahli pedang.
Situasi ini menguntungkan Gengo. Pedangnya perlahan mulai terdorong, mendekat ke arah kepala Shikamaru.
“Aku akan membunuhmu di sini, bocah keparat.” Geram Genggo. “Aku juga akan membuat sampah-sampah sialan yang kau sebut teman itu bertekuk lutut di hadapanku. Baru setelah itu, aku akan melanjutkan langkahku, ambisiku!”
“Aku tidak peduli dengan ambisimu, tapi ngomong-ngomong... Sejak kapan bicaramu jadi sekasar itu?” Shikamaru bertanya. “Aku tahu, keramahanmu tak lebih dari sekadar topeng belaka. Tapi itulah intinya. Seseorang yang bahkan lupa pada topengnya sendiri seperti kau ini mana boleh memimpin dunia.”
“Jaga mulutmu, keparat. Gunakan otak dan berpikirlah, lihat sekelilingmu.” Bentak Gengo. “Orang bodoh sepertimu ini mana paham soal yang pantas atau tidak pantas.”
“Begitukah?” Shikamaru tersenyum kecil. “Lalu kenapa orang bodoh sepertiku ini kau minta jadi tangan kanan? Apa kau lebih bodoh dariku?”
Gengo terdiam sejenak, kali ini dia kalah telak.
“Omong kosong. Kata-katamu itu hampa, sama sekali tak ada artinya.” Dorongan Gengo pada pedangnya semakin kuat.
Shikamaru mulai kewalahan. Tetesan keringat membasahi keningnya.
Tangannya gemetaran, Shikamaru hampir sampai pada batasnya.
Namun entah kenapa, dia masih tetap tersenyum.
“Kadang-kadang...” Ujarnya. “Ada sesuatu yang kuat, justru karena merekahampa.”
“Aku tidak peduli dengan apa yang akan kau katakan.” Ujar Gengo. “Kau akan mati sebentar lagi.”
Pedang miliknya telah berada sangat dekat dengan kening Shikamaru, jaraknya tak lebih dari sejengkal.
“Aku juga tidak peduli dengan pendapatmu, jadi dengarkan saja.” Seloroh Shikamaru. “Aku ini suka sekali memandangi awan. Awan yang berarak di langit.”
“Diam!” Bentak Gengo.
“Kau yang diam, aku mau bicara.” Balas Shikamaru. “Kau tahu kan? Awan adalah sesuatu yang tidak akan mungkin bisa digenggam oleh siapapun. Selama ada hembusan angin, setipis apapun, barisan awan akan tertiup menjauh sebelum kau sempat menangkapnya. Mereka itu makhluk hampa yang suka mondar-mandir kesana-kemari.”
Ujung tajam pedang Gengo bersentuhan dengan dahi Shikamaru. Rasa perih seketika menyeruak. Meskipun begitu, Shikamaru tetap melanjutkan kata-katanya.
“Tapi bahkan makhluk hampa seperti mereka pun bisa berguna bagi banyak orang.” Ujarnya.“Mereka dapat menyegarkan bumi dengan hujannya. Atau sebaliknya, mereka juga mampu menghancurkan apapun dengan petir dan gunturnya.”
“Lalu memangnya kenapa...”Tanya Gengo, ketus.
“Yang ingin ku katakan adalah...” Shikamaru menjawab. “Sangat keliru bila kau berpikir, bahwa seseorang haruslah kuat untuk menjadi sosok yang berguna.”
“Bahkan bila seseorang merasa dirinya hampa... Bahkan bila seseorang tidak memiliki hati yang kokoh sekalipun, selama dia tidak menyerah pada keadaan, maka semua akan baik-baik saja.“
“Tapi rasanya percuma juga ku jelaskan hal seperti ini padamu. Sampai matipun, orang keras kepala dan egois sepertimu tidak akan pernah bisa mengerti.”
Darah segar terus menetes dari kening Shikamaru.
Tapi itu bagian dari strateginya.
Shikamaru terus menerus bicara pada Gengo, meskipun situasi sedang dalam keadaan genting. Namun justru karena itulah, kata-kata Shikamaru mampu menarik perhatian lawannya itu.
Konsentrasi Gengo sedikit teralihkan oleh ocehan panjang lebar dari Shikamaru. Ditambah lagi ruangan tempat mereka berada sangat sunyi dan gelap gulita, suara Shikamaru semakin menyedot perhatian Gengo. Hingga tanpa disadarinya, genggaman pada pedangnya sedikit demi sedikit mulai melonggar.
Ini kesempatan yang ditunggu-tunggu oleh Shikamaru.
Tanpa peringatan, Shikamaru melayangkan sebuah tendangan menyusur tanah yang tepat menghantam kaki kiri Gengo. Pimpinan “Shijima no Kuni” itupun terhuyung, kehilangan keseimbangan. Pedangnya ikut terdorong ke samping, luput dari sasarannya.
Shikamaru berguling menghindar, lepas dari posisi terjepit.
Nyaris tanpa jeda, Shikamaru seketika bertumpu pada kaki kirinya, melompat, lalu mengayunkan sebuah tendangan keras. Dia mengincar kepala Gengo.
“Kena kau!”
Tendangan Shikamaru menghantam tepat di wajah lawannya itu.
Gengo terhempas ke belakang. Hidungnya megeluarkan darah, sepertinya dia cukup kesakitan.
“Jadi, bagaimana rasanya huh?” Tanya Shikamaru. “Memangnya cuma kau yang bisa membuat bingung orang lewat kata-kata?”
“Jangan remehkan aku, dasar bocah...”
“Oh, tadi kau memanggilku keparat, lalu bodoh, dan sekarang bocah. Sebenarnya, yang mana yang benar? Pilih satu saja, jangan serakah.”Ujar Shikamaru dengan nada mengejek.
Namun tiba-tiba, terdengar suara bising yang memekakkan telinga dari arah belakang. Ruangan gelap itu seketika bermandikan cahaya yang entah datang dari mana.
“Shikamaru! Apa kau baik-baik saja?!”
Itu suara Choji.
--- Shikamaru Hiden Chapter 17 ǀ Translate by Naruto Fans Club Indonesia ---
Shikamaru menengok ke belakang.
Selain Choji, dia juga melihat Sakura, Ino, Rou,dan Soku berdiri di dekat pintu baja yang tadinya menyekat ruangan gelap ini dari dunia luar. Pintu itu sendiri sudah hancur oleh tinju Choji.
Pandangan Shikamaru masih mencari seseorang.
―Itu dia...
Temari juga ada di sana. Shikamaru lega, berarti Sai juga sudah dibereskan.
Pandangannya kembali tajam menatap Gengo.
“Kalian lama sekali, Ino! Bersiaplah!” Teriak Shikamaru, sembari memberi isyarat pada rekannya tersebut dengan tangan kanannya.
Baik Ino maupun Choji, keduanya sudah bertahun-tahun bekerja bersama Shikamaru, komunikasi di antara mereka nyaris tanpa cela.
“Yep!” Sahut Ino.
“Kita harus tangkap orang ini.Lakukan semua sesuai perintahku, jangan ada yang bergerak sebelum ku beri tanda.” Ujar Shikamaru.
Tanpa disadari Shikamaru, darah masih terus menetes dari luka di keningnya. Bila dibiarkan,tetesan darah itu bisa mengalir masuk ke mata dan mengganggu penglihatan. Shikamaru buru-buru mengusapnya.
Shikamaru lalu mengeluarkan ikat kepala Konoha yang semenjak tadi tersimpan rapi di dalam rompinya. Dia memakainya sebagai penutup luka.
Ah, lebih dari itu. Dia memakainya sebagai simbol sebuah janji, bahwa kali ini dia tidak boleh gagal apapun yang terjadi.
“Bertingkah sok kuat, huh?” Ujar Gengo, ketus. “Kali ini akan kupastikan kau mati, Nara Shikamaru!”
Jemari Shikamaru mulai merapal sebuah segel.
Bersamaan dengan itu, sebuah sulur bayangan merayap cepat ke arah Gengo, bagaikan seekor ular yang berwarna hitam legam.
“Apa kau kira aku akan terjebak dengan tipuan murahan seperti ini.” Ujar Gengo, sembari melompat menghindar dari jangkauan sulur bayangan yang mengincarnya.
Begitu kedua kakinya menapak tanah, Gengo segera menerjang ke arah Shikamaru.
―Jrashhh!
Dalam sekali tebasan cepat, Gengo mampu membelah tubuhlawannya itu menjadi dua. Tentu itu bukan Shikamaru yang sebenarnya.
“Kage Bunshin...” Gumam Gengo.
Tiba-tiba, Shikamaru muncul di belakangnya. Menerjang dengan sebuah Kunai terhunus. Dan tanpa basa-basi, dia menebas leher Gengo dengan Kunainya itu.
Namun Gengo mampu menghindar.
Dia melakukannya tanpa menoleh sedikitpun, Gengo seperti tahu pasti kemana tebasan Kunai Shikamaru mengarah.Sebuah bukti sahih bahwa dia memang seorang pendekar pedang dari desa kabut.
Dengan satu putaran cepat, Gengo berbalik menyerang Shikamaru dengan sebuah tebasan mendatar.
―Jrashhh!
Lagi-lagi Gengo mampu membelah tubuh Shikamaru dengan sangat mudah. Namun, kali inipun yang ditebasnya bukan Shikamaru yang sebenarnya, melainkan hanya sebuah Bunshin.
“Bocah kurang ajar...”Geram Gengo.
“Persiapan selesai!”Teriak Ino. Dia memberi isyarat bagi Shikamaru untuk memulai rencananya.
“Bagus!Mari kita mulai pestanya.”
--- Shikamaru Hiden Chapter 17 ǀ Translate by Naruto Fans Club Indonesia ---
Teknik Ino merupakan kunci utama keberhasilan rencana Shikamaru, oleh karena itu segala persiapan harus dilakukan dengan sempurna.
Ino berdiri cukup jauh dari Gengo, kedua lengannya terangkat ke depan. Sepasang ibu jari dan jari telunjuknya menyatu, menyerupai sebuah segitiga. Tatapan matanya tajam ke arah Gengo.
―Ninpo: Shinstenshin no Jutsu!
Sadar dirinya sedang diincar, Gengo melompat ke samping, menghindari bidikan Ino. Targetnya luput, namun Ino tersenyum.
Bidikannya seketika beralih ke arah lain, di sana berdiri seseorang yang merupakan sasaran Ino yang sebenarnya, Shikamaru.
Tubuh Shikamaru tiba-tiba bergetar hebat. Dia tahu, saat ini Ino sedang merasuki pikirannya.
Namun itu tak berlangsung lama. Sama cepatnya dengan satu tarikan nafas, teknik Ino telah berakhir.
“Rou-san! Soku!” Ino segera memanggil kedua ANBU itu sesaat setelah dia keluar dari pikiran Shikamaru.
Semua berjalan sesuai rencana... Ya, rencana.
Selain dapat memasuki hati dan pikiran orang lain, teknik Shintenshin milik Ino juga memiliki kegunaan yang lain, yaitu sebagai sarana berbagi informasi. Dan Shikamaru memanfaatkan itu.
Rencana yang semenjak tadi Shikamaru susun matang-matang, telah ia sampaikan kepada Ino lewat Shintenshin. Kemudian Ino juga melakukan hal yang sama pada Rou dan Soku.
Shikamaru memutuskan untuk menangkap Gengo bersama mereka berdua.
Memang sudah seharusnya. Ini adalah misi mereka, maka tak ada yang lebih pantas untuk menyelesaikannya selain tiga orang itu sendiri.
“Ayo!” Shikamaru memberi isyarat pada Rou dan Soku.
Mereka berdua mengangguk, tanda paham.
Shikamaru menerjang lurus ke arah Gengo. Sementara Rou dan Soku masing-masing berlari ke sisi kanan dan kiri ruangan tersebut, dan baru berhenti setelah posisi mereka sejajar.
“Apapun yang akan kau lakukan, itu sia-sia saja.” Ujar Gengo.
“Oh ayolah.” Ujar Shikamaru. “Ini pertempuran terakhir kita, jadi lebih baik nikmati saja.”
Shikamaru seketika menebas Gengo dengan Kunainya, namun Gengo berhasil menangkis dengan pedangnya yang ternyata berukuran lumayan besar.
Perbedaan ukuran senjata mereka benar-benar tidak menguntungkan Shikamaru. Dia terdesak.
―Jrashhh!
Ayunan pedang Gengo mendarat bersih di tubuh Shikamaru, namun lagi-lagi itu cuma Bunshin.
“Sampai kapan kau mau main-main seperti ini, dasar pengecut!” Geram Gengo.
Shikamaru tiba-tiba muncul tepat di atas Gengo dengan Kunai yang terhunus. Namun dengan intuisi dan sebuah gerakan cepat, Gengo mampu menghindar dan menebasnya balik.
Bunshin...
Lagi, dan lagi...
Sudah tak terhitung berapa kali Gengo membelah Shikamaru menjadi dua dengan pedangnya, namun tetap saja, mereka semua hanyalah Bunshin.
“Tunjukkan dirimu! Jangan hanya bersembunyi!” Gengo terlihat semakin geram.
“Skak... Mat.” Gumam Shikamaru pelan, tepat di telinga Gengo.
Gengo menoleh ke belakang, wajahnya seketika berubah pucat pasi.
Dia sadar, segalanya sudah selesai.
Shikamaru tiba-tiba telah berdiri di belakangnya, dan kali ini bisa dipastikan, dia adalah yang asli. Bayangan Shikamaru sendiri telah terhubung dengan tubuh Gengo, membelenggu sepenuhnya pergerakan pemimpin “Shijima no Kuni” itu.
Rencananya berhasil.
Pertama-tama, Shikamaru membuat berlusin-lusin Kage Bunshin. Kemudian Rou menggunakan tekniknya untuk menyamarkan pola chakra Bunshin-Bunshin tersebut agar sama persis satu sama lain, namun berbeda dari Shikamaru sendiri.
Setelah itu, Shikamaru terus menerus menyerang Gengo dengan Bunshin-Bunshin tersebut. Hingga tanpa sadar, pikiran Gengo mulai mengenali pola chakra mereka sebagai milik Shikamaru sendiri.
Pada akhirnya, Gengo tidak menyadari bahwa tak ada satupun dari mereka merupakan Shikamaru yang asli, dan dipaksa terus menerus memusatkan panca inderanya untuk melacak pola chakra palsu tersebut.
Hingga sampai di langkah pamungkas, Shikamaru yang chakranya telah disamarkan oleh Rou tinggal menyelinap ke belakang Gengo dan menangkapnya.
Shikamaru berhasil menyerang Gengo tepat di titik butanya.
“K-KE-KEPARAAT KAUUU, SHIKAMARUUUU!!!” Teriak Gengo, amarahnya tak lagi dapat dibendung.
“Hinoko, selesaikan.” Ujar Shikamaru.
“Haaaahh! Kau tahu! Sudah berapa kali ku bilang, jangan panggil aku dengan nama itu!” Teriak Hinoko, sembari menghunuskan chakra di ujung jari telunjuknya.
Tak lama, sebuah jarum chakra berwarna jingga melesat cepat ke arah Gengo, menikam tepat di lidahnya.
“G-gah?” Gengo tersedak.
“Dia baru saja memotong aliran chakra di lidahmu.” Terang Shikamaru. “Mulai sekarang, kau tidak akan bisa bicara satu kata pun.”
Air mata Gengo mengalir dengan derasnya. Entah karena sedih, marah, atau kesakitan.
“Aku pasti akan mewujudkan sebuah dunia yang damai tanpa perang, jadi aku mohon, maafkan aku karena sudah menggagalkan impianmu.” Ujar Shikamaru. “Ikat dia, dan bawa ke Serikat Shinobi untuk diadili.” Perintah Shikamaru pada Rou.
“Saya mengerti.”Rou mengangguk.
Rou mengikat kedua lengan Gengo dengan berlapis-lapis borgol baja dan sebuah segel yang khusus digunakan oleh para ANBU. Pemimpin Shijima no Kuni itu akhirnya resmi tertangkap.
“Misi, selesai.” Ujar Shikamaru. “Yah, memang tidak semulus yang direncanakan, tapi...”
“Lumayan.”
Shikamaru tersenyum. Begitu pula Rou dan Soku.
--- Bersambung ke Novel Shikamaru Hiden Chapter 18 ---
#ShikamaruHiden
◎Rifkage
0 komentar:
Posting Komentar